Hikmah Diharamkannya Zina
Oleh : Ustaz Bachtiar Nasir
Sumber : Republika
Betapa besarnya bahaya dan kerusakan yang
ditimbulkan perbuatan zina itu bagi individu, keluarga, dan masyarakat
Islam sehingga Allah SWT meletakkannya setelah pembunuhan dan
mempersekutukan Allah (syirik). “Dan, orang-orang yang tidak menyembah
tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam
keadaan terhina.” (QS al-Furqan [25]: 68-69)
Imam Syathibi
dalam kitabnya al- Muwafaqat menegaskan, sesungguhnya syariat itu adalah
demi kemaslahatan manusia, di mana semua taklif (perintah dan
larangan) adalah untuk menghindari mafsadah (kerusakan), untuk
mendapatkan maslahat (kemaslahatan), atau untuk mendapatkan
kedua-duanya. Imam Ibnu Qayyim juga menjelaskan dalam kitabnya I’lam
al-Mu waqqi’in bahwa sesungguhnya syariat Islam itu dasar dan asasnya
adalah di atas hikmah dan untuk kebaikan umat manusia, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Syariat itu seluruhnya adalah
keadilan, rahmat, kebaikan, dan hikmah.
Di antara hikmah
pengharaman zina adalah, pertama, menjaga kehormatan perempuan agar
tidak dijadikan barang yang diperjualbelikan karena Islam datang untuk
memuliakan manusia, baik laki-laki dan perempuan.
Kedua, mencegah
percampuran nasab karena dengan dibolehkan zina berarti memasukkan anak
yang bukan dari benihnya ke dalam keluarga yang nantinya akan
mewarisi. Bukan anaknya dan memperlakukannya sebagai mahram padahal
bukan mahramnya.
Ketiga, mencegah banyaknya anak yang
ditelantarkan orang tua akibat malu anaknya lahir dari hasil
perzinahan. Dan, melindungi bayi-bayi yang dibunuh ibunya sendiri
ketika masih dalam kandungan (aborsi).
Keempat, menjaga keutuhan dan
ketenteraman dalam rumah tangga.
Kelima, pengharaman zina
sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki rasa ghirah/cemburu terhadap
kehormatannya, di mana tidak mungkin seseorang bisa menerima dan rela
melihat istri, anak, ibu, dan saudari-nya menjadi barang yang
diperjualbelikan dan dijadikan pemuas nafsu orang lain. Sebagai mana
nasihat Nabi dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Baihaqi, dan
Thabrani, kepada pemuda yang meminta izin kepada Beliau untuk dibiarkan
melakukan zina, dengan menanyakan kepada dia apakah rela orang lain
berzina dengan ibu, anak, saudari dan anggota keluarganya yang lain.
Keenam, mencegah menyebarnya kejahatan, khususnya pembunuhan,
disebabkan rasa cemburu, di mana seorang suami bisa membunuh istrinya
dan lelaki yang berzina dengannya karena rasa marah, cemburu ketika
melihat istrinya berzina dengan lelaki lain, atau lelaki bisa membunuh
suami wanita yang dizinahinya.
Ketujuh, mencegah penyebaran
penyakit menular yang merupakan hukuman dari Allah atas menyebarnya
perbuatan keji tersebut, seperti HIV/AIDS. Rasulullah bersabda,
“Tidaklah tampak zina di suatu kaum, kemudian dilakukan secara
terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un
(wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi
sebelumnya.” (HR. Ibnu Majah, al-Hakim dan Abu Nu’aim). Wallahu a’lam bish shawab.